Home Top Ad

Responsive Ads Here

Kisah Pangeran Puger

Share:

KISAH PANGERAN PUGER

Orientasi
Pangeran Puger (lahir: Mataram, ? - wafat: Kartasura, 1719) ialah raja ketiga Kasunanan Kartasura yang sesudah naik takhta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Ia memerintah pada tahun 1704 - 1719. Naskah-naskah babad pada umumnya mengisahkan tokoh ini sebagai raja agung yang bijaksana.

Asal Usul
Nama orisinil Pangeran Puger ialah Raden Mas Darajat. Ia merupakan putra Sunan Amangkurat I, raja terakhir Kesultanan Mataram yang lahir dari Ratu Wetan atau permaisuri kedua. Ibunya tersebut berasal dari Kajoran, yaitu sebuah cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang.  Mas Darajat pernah diangkat menjadi pangeran adipati anom (putra mahkota) ketika terjadi perselisihan antara Amangkurat I dengan Mas Rahmat. Mas Rahmat ialah kakak tiri Mas Darajat yang lahir dari Ratu Kulon atau permaisuri pertama. Amangkurat I mencopot jabatan adipati anom dari Mas Rahmat dan menyerahkannya kepada Mas Darajat. Namun, ketika Keluarga Kajoran terbukti mendukung pemberontakan Trunajaya tahun 1674, Amangkurat I terpaksa menarik kembali jabatan tersebut dari tangan Mas Darajat.

Mempertahankan Plered
Puncak pemberontakan Trunajaya terjadi pada tahun 1677. Pangeran dari Madura tersebut melancarkan serangan besar-besaran ke ibu kota Kesultanan Mataram yang terletak di Plered. Amangkurat I melarikan diri ke barat dan menugasi Adipati Anom (Mas Rahmat) untuk mempertahankan istana. Namun, Adipati Anom menolak dan menentukan ikut mengungsi. Pangeran Puger pun tampil menggantikan kakak tirinya tersebut untuk pertanda kepada sang ayah bahwa tidak semua anggota Keluarga Kajoran terlibat pemberontakan Trunajaya.

Ketika pasukan Trunajaya tiba di istana Plered, pihak Amangkurat I telah pergi mengungsi. Pangeran Puger pun berjuang menghadapinya. Namun, kekuatan musuh sangat besar. Ia terpaksa menyingkir ke desa Jenar. Di sana Pangeran Puger membangun istana gres berjulukan Kerajaan Purwakanda. Ia mengangkat diri sebagai raja bergelar Susuhunan Ingalaga.  Trunajaya menjarah harta pusaka keraton Mataram. Ia kemudian pindah ke markasnya di Kediri. Pada ketika itulah Sunan Ingalaga kembali ke Plered untuk menumpas sisa-sisa pengikut Trunajaya yang sengaja bertugas di sana. Sunan Ingalaga pun mengangkat dirinya sebagai raja Mataram yang baru.

Dikalahkan Amangkurat II
Sementara itu Amangkurat I meninggal dunia dalam pengungsiannya di kawasan Tegal. ia sempat menunjuk Adipati Anom sebagai raja Mataram yang gres bergelar Amangkurat II. Sesuai wasiat ayahnya tersebut, Amangkurat II pun meminta pemberian VOC - Belanda. pemberontakan Trunajaya karenanya berhasil ditumpas pada simpulan tahun 1679.  Amangkurat II merupakan raja tanpa istana alasannya ialah Plered telah diduduki Sunan Ingalaga, adiknya sendiri. Ia pun membangun istana gres di hutan Wanakerta, yang diberi nama Kartasura pada bulan September 1680. Amangkurat II kemudian memanggil Sunan Ingalaga semoga bergabung dengannya tetapi panggilan tersebut ditolak.

Penolakan tersebut menjadikan terjadinya perang saudara. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1681 Sunan Ingalaga mengalah kepada Jacob Couper, perwira VOC yang membantu Amangkurat II. Sunan Ingalaga pun kembali bergelar Pangeran Puger dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II.  Kekalahan Pangeran Puger menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang kemudian menjadi kawasan bawahan Kasunanan Kartasura. Meskipun demikian, naskah-naskah babad tetap memuji keberadaan Pangeran Puger sebagai orang istimewa di Kartasura. Yang menjadi raja memang Amangkurat II, namun pemerintahan kasunanan seperti berada di bawah kendali adiknya itu. Hal ini sanggup dimaklumi alasannya ialah naskah-naskah babad ditulis pada zaman kekuasaan raja-raja keturunan Pangeran Puger.

Kematian Kapten Track
Amangkurat II berhasil naik takhta berkat pemberian VOC, namun disertai dengan perjanjian yang memberatkan pihak Kartasura. Ketika keadaan sudah tenang, Patih Nerangkusuma yang anti Belanda mendesaknya semoga mengkhianati perjanjian tersebut.  Pada tahun 1685 Amangkurat II melindungi buronan VOC berjulukan Untung Suropati. Kapten François Tack tiba ke Kartasura untuk menangkapnya. Amangkurat II akal-akalan membantu VOC. Namun diam-diam, ia juga menugasi Pangeran Puger semoga menyamar sebagai anak buah Untung Suropati.  Dalam pertempuran sengit yang terjadi di sekitar keraton Kartasura pada bulan Februari 1686, tentara VOC sebanyak 75 orang tewas ditumpas pasukan Untung Suropati.Pasukan Untung Suropati berhasil membunuh Kapten Tack yang tidak berhasil turun dari kudanya.Setelah itu hujan lebat turun.

Terusir dari Kartasura
Amangkurat II meninggal dunia pada tahun 1703. Takhta Kartasura jatuh ke tangan putranya yang bergelar Amangkurat III. Menurut Babad Tanah Jawi, ketika Pangeran Puger tiba melayat, ia melihat kemaluan mayit kakaknya "berdiri". Dari ujung kemaluan muncul setitik cahaya yang diyakini sebagai wahyu keprabon. Barang siapa mendapat wahyu tersebut, maka ia akan menjadi raja Tanah Jawa. Pangeran Puger pun menghisap sinar tersebut tanpa ada seorang pun yang melihat.  Sejak ketika itu dukungan terhadap Pangeran Puger berdatangan alasannya ialah banyak yang tidak menyukai watak jelek Amangkurat III. Hubungan antara paman dan keponakan tersebut pun diwarnai ketegangan. Kebencian Amangkurat III semakin bertambah ketika Raden Suryokusumo putra Puger memberontak.

Pada puncaknya, yaitu bulan Mei 1704 Amangkurat III mengirim pasukan untuk membinasakan keluarga Puger. Namun Pangeran Puger dan para pengikutnya lebih dahulu mengungsi ke Semarang. Yang ditugasi mengejar ialah Tumenggung Jangrana bupati Surabaya. Namun Jangrana sendiri belakang layar memihak Puger sehingga pengejarannya hanya bersifat sandiwara belaka.  Bupati Semarang yang berjulukan Rangga Yudanegara bertindak sebagai mediator Pangeran Puger dalam meminta pemberian VOC. Kepandaian diplomasi Yudanegara berhasil menciptakan VOC memaafkan bencana pembunuhan Kapten Tack. Bangsa Belanda tersebut menyediakan diri membantu usaha Pangeran Puger, tentu saja dengan perjanjian yang menguntungkan pihaknya.  Isi Perjanjian Semarang yang terpaksa ditandatangani Pangeran Puger antara lain penyerahan wilayah Madura serpihan timur kepada VOC.

Merebut Kartasura
Pada tanggal 6 Juli 1704 Pangeran Puger diangkat menjadi raja bergelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatulah Tanah Jawa, atau lazim disingkat Pakubuwana I.  Setahun kemudian, yaitu tahun 1705, Pakubuwana I dikawal adonan pasukan VOC, Semarang, Madura (barat), dan Surabaya bergerak menyerang Kartasura. Pasukan Kartasura yang ditugasi menghadang dipimpin oleh Arya Mataram, yang tidak lain ialah adik Pakubuwana I sendiri. Arya Mataram berhasil membujuk Amangkurat III semoga mengungsi ke timur, sedangkan ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I.  Dengan demikian, takhta Kartasura pun jatuh ke tangan Pakubuwana I, tepatnya pada tanggal 17 September 1705.

Masa Pemeritahan
Pemerintahan Pakubuwana I dihadapkan pada perjanjian gres dengan VOC sebagai pengganti perjanjian usang yang pernah ditandatangani Amangkurat II. Perjanjian usang tersebut berisi kewajiban Kartasura untuk melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 4,5 juta gulden. Sedangkan perjanjian gres berisi kewajiban Kartasura untuk mengirim 13.000 ton beras setiap tahun selama 25 tahun.  Pada tahun 1706 adonan pasukan Kartasura dan VOC mengejar Amangkurat III yang berlindung di Pasuruan. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati yang ketika itu menjabat sebagai bupati Pasuruan tewas. Amangkurat III sendiri karenanya mengalah di Surabaya pada tahun 1708, untuk kemudian dibuang ke Srilangka.

Pada tahun 1709 Pakubuwana I terpaksa menghukum mati Adipati Jangrana bupati Surabaya yang dulu telah membantunya naik takhta. Hukuman ini dilakukan alasannya ialah pihak VOC menemukan bukti bahwa Jangrana berkhianat dalam perang melawan Untung Surapati tahun 1706.  Jangrana digantikan adiknya yang berjulukan Jayapuspita sebagai bupati Surabaya. Pada tahun 1714 Jayapuspita menolak menghadap ke Kartasura dan mempersiapkan pemberontakan. Pada tahun 1717 adonan pasukan Kartasura dan VOC bergerak menyerbu Surabaya. Menurut Babad Tanah Jawi, perang di Surabaya ini lebih mengerikan daripada perang di Pasuruan dahulu. Jayapuspita karenanya kalah dan menyingkir ke Japan (sekarang Mojokerto) tahun 1718.

Akhir Hayat
Sunan Pakubuwana I meninggal dunia pada tahun 1719. Yang menggantikannya sebagai raja Kartasura selanjutnya ialah putranya, yang bergelar Amangkurat IV. Pemerintahan Amangkurat IV ini kemudian dihadapkan pada pemberontakan saudara-saudaranya sesama putra Pakubuwana I, antara lain Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun.
Pangeran Puger yang Lain Dalam sejarah keluarga Kesultanan Mataram terdapat tokoh lain yang juga bergelar Pangeran Puger. Salah satunya ialah putra Panembahan Senapati yang lahir dari selir Nyai Adisara, berjulukan orisinil Raden Mas Kentol Kejuron. Tokoh ini hidup pada zaman sebelum Pakubuwana I.  Pangeran Puger yang ini pernah memberontak pada tahun 1602 - 1604 terhadap pemerintahan adiknya, yaitu Prabu Hanyokrowati (kakek buyut Pangeran Puger Pakubuwana I).

Kepustakaan
Ø Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
Ø H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. (terj). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Ø H.J.de Graaf. 1989. Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut di Kartasura Abad XVII (terj.). Jakarta: Temprint
Ø M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ø Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Ø Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu


Pangeran Puger (Sunan Paku Buwono 1) Sesepuh Surokarto dan Ngayogjokarto
Pangeran Puger (lahir: Mataram, ? - wafat: Kartasura, 1719) ialah raja ketiga Kasunanan Kartasura yang sesudah naik takhta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Ia memerintah pada tahun 1704 - 1719. Naskah-naskah babad pada umumnya mengisahkan tokoh ini sebagai raja agung yang bijaksana.  Nama orisinil Pangeran Puger ialah Raden Mas Darajat. Ia merupakan putra Sunan Amangkurat I, raja terakhir Kesultanan Mataram yang lahir dari Ratu Wetan atau permaisuri kedua. Ibunya tersebut berasal dari Kajoran, yaitu sebuah cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang.

Mas Darajat pernah diangkat menjadi pangeran adipati anom (putra mahkota), ketika terjadi perselisihan antara Amangkurat I dengan Mas Rahmat. Mas Rahmat ialah kakak tiri Mas Darajat yang lahir dari Ratu Kulon atau permaisuri pertama. Amangkurat I mencopot jabatan adipati anom dari Mas Rahmat dan menyerahkannya kepada Mas Darajat. Namun, ketika Keluarga Kajoran terbukti mendukung pemberontakan Trunajaya tahun 1674, Amangkurat I terpaksa menarik kembali jabatan tersebut dari tangan Mas Darajat.

Perang Di Plered
Puncak pemberontakan Trunajaya terjadi pada tahun 1677. Pangeran dari Madura tersebut melancarkan serangan besar-besaran ke ibu kota Kesultanan Mataram yang terletak di Plered. Amangkurat I melarikan diri ke barat dan menugasi Adipati Anom (Mas Rahmat) untuk mempertahankan istana. Namun, Adipati Anom menolak dan menentukan ikut mengungsi. Pangeran Puger pun tampil menggantikan kakak tirinya tersebut untuk pertanda kepada sang ayah bahwa tidak semua anggota Keluarga Kajoran terlibat pemberontakan Trunajaya.

Ketika pasukan Trunajaya tiba di istana Plered, pihak Amangkurat I telah pergi mengungsi. Pangeran Puger pun berjuang menghadapinya. Namun, kekuatan musuh sangat besar. Ia terpaksa menyingkir ke desa Jenar. Di sana Pangeran Puger membangun istana gres berjulukan Kerajaan Purwakanda. Ia mengangkat diri sebagai raja bergelar Susuhunan Ingalaga. Trunajaya menjarah harta pusaka keraton Mataram. Ia kemudian pindah ke markasnya di Kediri. Pada ketika itulah Sunan Ingalaga kembali ke Plered untuk menumpas sisa-sisa pengikut Trunajaya yang sengaja bertugas di sana. Sunan Ingalaga pun mengangkat dirinya sebagai raja Mataram yang baru.

Perang Saudara 
Sementara itu Amangkurat I meninggal dunia dalam pengungsiannya di kawasan Tegal. ia sempat menunjuk Adipati Anom sebagai raja Mataram yang gres bergelar Amangkurat II. Sesuai wasiat ayahnya tersebut, Amangkurat II pun meminta pemberian VOC - Belanda. pemberontakan Trunajaya karenanya berhasil ditumpas pada simpulan tahun 1679. Amangkurat II merupakan raja tanpa istana alasannya ialah Plered telah diduduki Sunan Ingalaga, adiknya sendiri. Ia pun membangun istana gres di hutan Wanakerta, yang diberi nama Kartasura pada bulan September 1680. Amangkurat II kemudian memanggil Sunan Ingalaga semoga bergabung dengannya tapi panggilan tersebut ditolak.

Penolakan tersebut menjadikan terjadinya perang saudara. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1681 Sunan Ingalaga mengalah kepada Jacob Couper, perwira VOC yang membantu Amangkurat II. Sunan Ingalaga pun kembali bergelar Pangeran Puger dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II. Kekalahan Pangeran Puger menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang kemudian menjadi kawasan bawahan Kasunanan Kartasura. Meskipun demikian, naskah-naskah babad tetap memuji keberadaan Pangeran Puger sebagai orang istimewa di Kartasura. Yang menjadi raja memang Amangkurat II, namun pemerintahan kasunanan seperti berada di bawah kendali adiknya itu. Hal ini sanggup dimaklumi alasannya ialah naskah-naskah babad ditulis pada zaman kekuasaan raja-raja keturunan Pangeran Puger.

Kamatian Kapten Tack
Amangkurat II berhasil naik takhta berkat pemberian VOC, namun disertai dengan perjanjian yang memberatkan pihak Kartasura. Ketika keadaan sudah tenang, Patih Nerangkusuma yang anti Belanda mendesaknya semoga mengkhianati perjanjian tersebut. Pada tahun 1685 Amangkurat II melindungi buronan VOC berjulukan Untung Suropati. Kapten Francois Tack tiba ke Kartasura untuk menangkapnya. Amangkurat II akal-akalan membantu VOC.

Namun diam-diam, ia juga menugasi Pangeran Puger semoga menyamar sebagai anak buah Untung Suropati. Dalam pertempuran sengit yang terjadi di sekitar keraton Kartasura pada bulan Februari 1686, sebanyak 75 orang tentara VOC, tewas ditumpas pasukan Untung Suropati. Pasukan Untung Suropati berhasil membunuh Kapten Tack yang tidak berhasil turun dari kudanya.

Pengungsian Ke Semarang
Amangkurat II meninggal dunia pada tahun 1703. Takhta Kartasura jatuh ke tangan putranya yang bergelar Amangkurat III. Menurut Babad Tanah Jawi, ketika Pangeran Puger tiba melayat, ia melihat kemaluan mayit kakaknya "berdiri". Dari ujung kemaluan muncul setitik cahaya yang diyakini sebagai wahyu keprabon. Barang siapa mendapat wahyu tersebut, maka ia akan menjadi raja Tanah Jawa. Pangeran Puger pun menghisap sinar tersebut tanpa ada seorang pun yang melihat. Sejak ketika itu dukungan terhadap Pangeran Puger berdatangan alasannya ialah banyak yang tidak menyukai watak jelek Amangkurat III. Hubungan antara paman dan keponakan tersebut pun diwarnai ketegangan. Kebencian Amangkurat III semakin bertambah ketika Raden Suryokusumo putra Puger memberontak. Pada puncaknya, yaitu bulan Mei 1704 Amangkurat III mengirim pasukan untuk membinasakan keluarga Puger.

Namun Pangeran Puger dan para pengikutnya lebih dahulu mengungsi ke Semarang. Yang ditugasi mengejar ialah Tumenggung Jangrana, bupati Surabaya. Namun Jangrana sendiri belakang layar memihak Puger sehingga pengejarannya hanya bersifat sandiwara belaka. Bupati Semarang yang berjulukan Rangga Yudanegara bertindak sebagai mediator Pangeran Puger dalam meminta pemberian VOC. Kepandaian diplomasi Yudanegara berhasil menciptakan VOC memaafkan bencana pembunuhan Kapten Tack. Bangsa Belanda tersebut menyediakan diri membantu usaha Pangeran Puger, tentu saja dengan perjanjian yang menguntungkan pihaknya. Isi Perjanjian Semarang yang terpaksa ditandatangani Pangeran Puger antara lain penyerahan wilayah Madura serpihan timur kepada VOC.

Kartasura di rebut
Pada tanggal 6 Juli 1704 Pangeran Puger diangkat menjadi raja bergelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatulah Tanah Jawa, atau lazim disingkat Pakubuwana I. Setahun kemudian, yaitu tahun 1705, Pakubuwana I dikawal adonan pasukan VOC, Semarang, Madura (barat), dan Surabaya bergerak menyerang Kartasura. Pasukan Kartasura yang ditugasi menghadang dipimpin oleh Arya Mataram, yang tidak lain ialah adik Pakubuwana I sendiri. Arya Mataram berhasil membujuk Amangkurat III semoga mengungsi ke timur, sedangkan ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I. Dengan demikian, takhta Kartasura pun jatuh ke tangan Pakubuwana I, tepatnya pada tanggal September 1705.

Masa Pemerintahan
Pemerintahan Pakubuwana I dihadapkan pada perjanjian gres dengan VOC sebagai pengganti perjanjian usang yang pernah ditandatangani Amangkurat II. Perjanjian usang tersebut berisi kewajiban Kartasura untuk melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 4,5 juta gulden. Sedangkan perjanjian gres berisi kewajiban Kartasura untuk mengirim 13.000 ton beras setiap tahun selama 25 tahun. Pada tahun 1706 adonan pasukan Kartasura dan VOC mengejar Amangkurat III yang berlindung di Pasuruan. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati yang ketika itu menjabat sebagai bupati Pasuruan tewas. Amangkurat III sendiri karenanya mengalah di Surabaya pada tahun 1708, untuk kemudian dibuang ke Srilangka.

Pada tahun 1709 Pakubuwana I terpaksa menghukum mati Adipati Jangrana bupati Surabaya yang dulu telah membantunya naik takhta. Hukuman ini dilakukan alasannya ialah pihak VOC menemukan bukti bahwa Jangrana berkhianat dalam perang melawan Untung Surapati tahun 1706. Jangrana digantikan adiknya yang berjulukan Jayapuspita sebagai bupati Surabaya. Pada tahun 1714 Jayapuspita menolak menghadap ke Kartasura dan mempersiapkan pemberontakan. Pada tahun 1717 adonan pasukan Kartasura dan VOC bergerak menyerbu Surabaya. Menurut Babad Tanah Jawi, perang di Surabaya ini lebih mengerikan daripada perang di Pasuruan dahulu. Jayapuspita karenanya kalah dan menyingkir ke Japan (sekarang Mojokerto) tahun 1718.

Akhir Hayat
Sunan Pakubuwana I meninggal dunia pada tahun 1719. Yang menggantikannya sebagai raja Kartasura selanjutnya ialah putranya Pangeran Suryo Putro yang bergelar Amangkurat IV atau lebih di kenal dengan Sunan Prabu Mangkurat Jawa. Pemerintahan Amangkurat IV ini kemudian dihadapkan pada pemberontakan saudara-saudaranya sesama putra Pakubuwana I, antara lain Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun. Sunan Amangkurat Jawi, putera Pangeran Puger menggantikan ayah beliau. Sunan Amangkurat juga populer dengan sebutan Sunan prabu. Beliau memerintah Mataram antara thun 1719 – 1727 dan bergelar Sunan Amangkurat IV.

Untuk mengetahui lebih lanjut wacana keluarga menyamping dan ke bawah, berikut ini kami mulai dengan ke empat puluh dua putera dari Pangeran Amangkurat Jawi atau Sunan Prabu dari Kartosura :
1.    Pengeran Mangunagoro, putera dari Raden Ayu Kilen. Putera sulung ini kemudian hari memiliki salah seorang putera yang berjulukan Raden Mas Sahit atau disebut pula Pangeran Samber Nyawa.
2.    Raden Ajeng Dewi Sobrah ( Soburoh ) putera dari Garwa Ampil Surtikanthi dan sesudah remaja dikawini oleh Tumenggung Suralaya dari Brebes.
3.    Raden Ajeng Pembayun, putera dari Kanjeng Ratu Ageng tetapi wafat.
4.   Raden Ajeng Aminah putera dari Garwa Ampil Mas Ayu Tejawati dan sesudah menjanda dua kali kawin dengan Tumenggung Wirodigdo.
5.  Raden Mas Sandiyo putera dari Garwa Ampil Raden Ayu Susilowati Putri Adipati Mangkunegoro Pasuruan dan sesudah remaja berjulukan Pangeran Hangabei – Kyai Ikhsan dan terakhir berjulukan Kyai Nur Iman.
6.    Puteri, meninggal, putera dari Raden Ayu Kilen.
7.  Raden Mas Suroyo, putera dari Mas Ayu Condrowati, sesudah remaja berjulukan Pangeran Haryo Pamot.
8.  Raden Mas Kala, dari putera Mas Ayu Bondhansari dan sesudah remaja berjulukan Pangeran Diponegoro.
9.   Raden Mas Sudiman, putera dari Raden Retnodi, sesudah remaja berjulukan Pangeran Danuwoyo.
10. K.G.P.A.A.Mangkunagoro, putera mahkota, putera dari Kanjeng Ratu Ageng, yang kemudian sebagai raja dengan sebutan Sunan Pakubuana II.
11.  Raden Mas Samdoyo, putera dari Garwa Ampil Erowati, kemudian wafat.
12. Raden Mas Suroso, putera dari Mas Ayu Condrowati, sesudah remaja berjulukan Pangeran Harya Mangkubumi.
13. Raden Mas Utoro, putera dari Mas Ayu Dondoarum, dan sesudah remaja berjulukan Pangeran Haryo Martosono alias Pangeran Adinegoro.
14. Raden Ajeng Siti Sundari, dari Kanjeng Ratu Ageng, sesudah remaja kawin dengan Pangeran Cakraningrat dari Madura dan beralih nama dengan Kanjeng Ratu Maduretno. Tetapi kemudian bercerai dan kawin dengan Raden Aryo Endronoto.
15.  Raden Ajeng Kati, putera dari Mas Ayu Tilam, wafat.
16. Raden Ajeng Branti, putera dari Raden Ayu Pandhansari. Kawin pertama dengan Tumenggung Mangkuyudo dan sesudah cerai kawin lagi dengan seorang haji dari Kedu.
17.  Raden Mas Subandi, putera dari Mas Ayu Erowati, wafat.
18. Raden Mas Subekti, putera dari Raden Ayu Pandhansari, sesudah remaja berjulukan Pangeran Hadiwijaya.
19.  Raden Mas Subroto, putera dari Raden Ayu Bondansari, wafat.
20. Raden Mas Sakti, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten dan sesudah remaja berjulukan Pangeran Haryo Buminoto.
21. Raden Mas Sudjono, putera dari Mas Ayu Tejowati, dan sesudah remaja berjulukan Pangeran Mangkubumi dan beliaulah yang karenanya mendirikan kasultanan di Yogyakarta dengan sebutan Sultan Hamengku Buwono  I.
22. Raden Mas Kedhaton, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten, sesudah remaja juga berjulukan / bergelar Pangeran Haryo Buminoto.
23.  Raden Mas Pemade, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten, sesudah remaja berjulukan / bergelar Pangeran Haryo Mataram.
24.  Raden Ajeng Tadjem, putera dari Raden Ayu  Bondansari, sesudah kawin berjulukan Raden Ayu Megatsari.
25.  Raden Ayu Sutari alias Inten, putera dari Mas Ayu Tejowati, sesudah remaja kawin dengan Pangeran Purboyo, Demang Ngurawan.
26.  Raden Ajeng Semi, putera dari Mas Ayu Rondhonsari, kemudian sesudah remaja kawin deNgan Pangeran Pakuningrat dari Sampang Madura.
27. Raden Mas Suroto, putera dari Mas Ayu Werdiningsih, sesudah remaja berjulukan Pangeran Cokronagoro.
28.     Raden Mas Yadi, putera dari Mas Ayu Mundri, sesudah remaja berjulukan Pangeran Delarong.
29.       Raden Mas Langkir, putera dari Mas Ayu Murdaningrum, sesudah remaja berjulukan Pangeran Prangwedono.
30.  Raden Ajeng Sugati, putera dari Raden Ayu Rarasati, kemudian kawin dengan Raden Surowinoto.
31.  ………?
32.  Raden Mas Pater, putera dari Mas Ayu Pandansari, sesudah remaja berjulukan Pangeran Mangkukusumo.
33.  Raden Mas Sunoko, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten, sesudah remaja berjulukan Pangeran Singosari.
34.  Raden Ajeng Manganter, putera dari Raden Ayu Rarasati, kemudian kawin dengan Kyai Megatsari.
35.  Puteri, meninggal sebelum diberi nama, putera dari Kanjeng Ratu Kadipaten.
36. Raden Ajeng Yadah, putera dari Mas Ayu Mundri, sesudah remaja kawin dengan R. Sudjonopuro.
37.  Raden mas sardan, putra dari mas ayu rantansari, sesudah remaja berjulukan Pangeran Diposonto.
38. Raden Ajeng Rembe, putera dari Mas Ayu Rondonsari, sesudah remaja manjanda dua kali kemudian diperistri Tumenggung Yudonegoro (Adipati Banyumas), kelak kemudian hari kemudian menjadi Patih Danuredjo dari Kasultanan Yogyakarta.
39. Puteri, meninggal sewaktu masih kecil.
40. Puteri, meninggal sewaktu masih kecil.
41. Puteri, meninggal sewaktu masih kecil.
42. Putera, meninggal sewaktu masih kecil.

Pangeran Puger Yang Lain 
Dalam sejarah keluarga Kesultanan Mataram terdapat tokoh lain yang juga bergelar [[Pangeran Puger]]. Salah satunya ialah putra Panembahan Senapati yang lahir dari selir Nyai Adisara, berjulukan orisinil Raden Mas Kentol Kejuron. Tokoh ini hidup pada zaman sebelum Pakubuwana I. Pangeran Puger yang ini pernah memberontak pada tahun 1602 - 1604 terhadap pemerintahan adiknya, yaitu Prabu Hanyokrowati (kakek buyut Pangeran Puger Pakubuwana I).

Sumber : Google Wikipedia

 


No comments