Home Top Ad

Responsive Ads Here

Mengenal Bulan Muharram Atau Bulan Suro

Share:
Tanggal 14 oktober 2015 umat islam memasuki tahun gres Hijriyah 1437H berdasarkan kalender Islam, Di indonesia bulan muharram sering disebut bulan suro ( jawa ). Bulan Muharram yakni salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

"Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan semenjak Allah membuat langit dan bumi, empat di antaranya yakni bulan-bulan haram" (QS. At Taubah: 36)

Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya pedoman Islam, bulan Muharram  sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini tidak boleh untuk melaksanakan hal-hal menyerupai peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam tiba kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk akad tidak berperang.



Bulan Muharram mempunyai banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula. Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw. memutuskan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas santunan Allah. Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, lalu bermetamorfosis sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Dari Ibnu Abbas ra, bahwa nabi saw. ketika tiba ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini yakni hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, “Saya lebih berhak mengikuti  Musa as. dari mereka.”  Maka dia berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan yakni puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib yakni shalat malam.” (HR Muslim)

Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw. memerintahkan pada umatnya semoga berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh alasannya yakni itu beberapa hadits menyarankan semoga puasa hari 'Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau setelah puasa hari 'Asyura.

Secara umum, puasa Muharram sanggup dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari setelah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga,  puasa pada tanggal 10 saja, hal ini alasannya yakni ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari 'Asyura para shabat berkata: “Itu yakni hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, dia bersabda: “Jika tiba tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi dia meninggal pada tahun tersebut." (HR. Muslim).

Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian kalau terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.

Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak beramal dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama menyerupai Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.

Demikian juga sebagian umat Islam mengakibatkan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim yakni sesuatu yang sangat mulia dan sanggup dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang berpengaruh mengaitkan mengasihi dan  menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram.

Bulan Muharram yakni bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh alasannya yakni itu  salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan  pergantian tahun gres Islam sebagai sarana umat Islam untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw. dan sahabatnya dari Makkah dan Madinah.

Legenda mitos seputar bulan Muharam Atau bulan Suro

Di samping keutamaan bulan Muharram yang sumbernya sangat jelas, baik disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi banyak juga  legenda dan mitos yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari 'Asyura.

Beberapa hal yang masih menjadi dogma di kalangan umat Islam yakni legenda bahwa pada hari 'Asyura Nabi Adam diciptakan, Nabi Nuh as di selamatkan dari banjir besar, Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah Swt mendapatkan taubatnya. Pada hari 'Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa  yang mandi pada hari 'Asyura diyakini tidak akan gampang terkena penyakit. Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan dogma bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk hari 'Asyura.

Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari 'Asyura dengan final hidup cucu Nabi Muhmmad Saw, Husain dikala berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu kejadian tragis dalam sejarah Islam. Namun kesucian hari 'Asyura tidak sanggup dikaitkan dengan kejadian ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari 'Asyura sudah ditegakkan semenjak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina Husain. Sebaliknya, yakni kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam pertempuran itu bersamaan dengan hari 'Asyura.

Hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku yakni (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim no. 6000).


No comments