Home Top Ad

Responsive Ads Here

Apa Yang Harus Dillakukan Dikala Terjadi Gerhana Matahari Berdasarkan Islam

Share:
Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya. Amin.

Matahari dan bulan yaitu makhluk (ciptaan) Allah SWT, hingga detik ini kedua makhluk tersebut taat/tunduk/sujud dengan perintah Allah untuk bergerak pada porosnya dan berkeliling pada garis edarnya.



Matahari dan bulan merupakan dua makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang sangat erat dalam pandangan. Peredaran dan silih bergantinya yang sangat yeratur merupakan ketetapan aturan Penguasa Jagad Semesta ini. Maka semua yang menakjubkan dan luar biasa pada matahari dan bulan memperlihatkan akan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan Penciptanya.

Gerhana matahari yang akan dan telah terjadi dijadikan Allah SWT sebagai perimgatan biar hamba-hamba-Nya takut kepada-Nya. Maka tatkala terjadi gerhana hendaklah umat insan segera ingat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan segera menyadari bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala sedang mengingatkan kelalaian mereka dengan bahaya adzab-Nya.

Tuntutan Islam ketika terjadi gerhana. Baginda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, yaitu ada tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-hadits wacana gerhana):
1. Shalat gerhana
2. Berdoa
3. Beristighfar
4. Bertakbir
5. Berdzikir
6. Bershadaqah
7. Memerdekakan budak

(Lihat HR. Al-Bukhari no. 1040, 1044, 1059, 2519; Muslim no. 901, 912, 914)

Semua ini dilakukan semenjak awal terjadinya gerhana, hingga berakhirnya yang ditandai dengan kembalinya cahaya matahari atau bulan ibarat sedia kala. Di antara doa yang dia perintahkan yaitu berlindung dari adzab kubur. Karena gerhana menimbulkan suasana gelap meskipun pada siang hari, dan dalam suasana tersebut hati insan niscaya dihinggapi rasa takut. Suasana yang demikian mengingatkan kita akan suasana di alam kubur kelak. (Lihat Fathul Bari hadits no.2519).

Karena gerhana merupakan peringatan akan adzab, maka sangat tepat dianjurkan pada kesempatan tersebut untuk memerdekakan budak, alasannya yaitu amal tersebut sanggup memerdekakan seseorang dari api neraka. (Lihat Fathul Bari hadits no. 2519).

Berikut QS. Al-An’am : 96-99:

96. فَالِقُ الإصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

97. وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, biar kau menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan gejala kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.

98. وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ فَمُسْتَقَرٌّ وَمُسْتَوْدَعٌ قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَفْقَهُونَ

Dan Dialah yang membuat kau dari seorang diri, maka (bagimu) ada daerah tetap dan daerah simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan gejala kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui.

99. وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, kemudian kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tumbuhan yang menghijau, Kami keluarkan dari tumbuhan yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada gejala (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

Dalam surat dan ayat lain Allah berfirman,

وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (٣٧)

“Dan di antara gejala kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kau hendak sembah.” (QS. Al Fushilat 41:37)

Banyak masyarakat awam yang tidak paham bagaimana menghadapi fenomena alami ini. Banyak di antara mereka yang mengaitkan bencana alam ini dengan mitos-mitos dan keyakinan khurofat yang menyelisihi aqidah yang benar. Di antaranya, ada yang meyakini bahwa di dikala terjadinya gerhana, ada sesosok raksasa besar yang sedang berupaya menelan matahari sehingga perempuan yang hamil disuruh bersembunyi di bawah daerah tidur dan masyarakat menumbuk lesung dan alu untuk mengusir raksasa.

Sebagian masyarakat seringkali mengaitkan bencana gerhana dengan kejadian-kejadian tertentu, ibarat adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membantah keyakinan orang Arab tadi. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

”Sesungguhnya matahari dan bulan yaitu dua tanda di antara gejala kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi lantaran kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)

Memang pada dikala terjadinya gerhana matahari, bertepatan dengan meninggalnya anak Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang berjulukan Ibrahim. Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, dia berkata,

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ، فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ »

”Di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari ketika hari kematian Ibrahim. Kemudian orang-orang menyampaikan bahwa munculnya gerhana ini lantaran kematian Ibrahim. Lantas Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi lantaran kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalat dan berdo’alah.’ (HR. Bukhari no. 1043)

Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk shalat. Jadi, bila gerhana muncul sesudah Ashar, padahal waktu tersebut yaitu waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tetap boleh dilaksanakan. Dalilnya adalah:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

”Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan shalat.” (HR. Bukhari no. 1047). Dalam hadits ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja melihat gerhana termasuk waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tersebut tetap dilaksanakan.

Hukum Shalat Gerhana

Para ulama membedakan antara aturan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.

1. Gerhana Matahari

Para ulama umumnya setuju menyampaikan bahwa shalat gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali mazbah Al-Hanafiyah yang menyampaikan hukumnya wajib.

a. Sunnah Muakkadah

Jumhur ulama yaitu Mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa aturan shalat gerhana matahari yaitu sunnah muakkad.

b. Wajib

Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah beropini bahwa shalat gerhana matahari hukumnya wajib.

2. Gerhana Bulan

Sedangkan dalam aturan shalat gerhana bulan, pendapat para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang menyampaikan hukunya hasanah, mandubah dan sunnah muakkadah.

a. Hasanah

Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan hukumnya hasanah.

b. Mandubah

Mazhab Al-Malikiyah beropini bahwa aturan shalat gerhana bulan yaitu mandubah.

c. Sunnah Muakkadah

Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah beropini bahwa aturan shalat gerhana bulan yaitu sunnah muakkadah.
D. Pelaksanaan Shalat Gerhana

1. Berjamaah

Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, alasannya yaitu dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu 'anha.

2. Tanpa Adzan dan Iqamat

Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz "As-Shalatu Jamiah". Dalilnya yaitu hadits berikut :

لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ r نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ

Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).

3. Sirr dan Jahr

Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).

4. Mandi

Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melaksanakan shalat gerhana, alasannya yaitu shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah

5. Khutbah

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama wacana aturan khutbah pada shalat gerhana.

1. Disyariatkan Khutbah

Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya ibarat layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.

Dalilnya yaitu hadits Aisyah ra berikut ini :

أَنَّ النَّبِيَّ r لَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Dari Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, dia berdiri dan berkhutbah di hadapan insan dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan yaitu sebuah tanda dari gejala Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)

Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubat dari dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta ampun).

2. Tidak Disyariatkan Khutbah

Sedangkan Al-Malikiyah menyampaikan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa'zh) kepada para jamaah yang hadir sesudah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar.

Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak menyampaikan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, alasannya yaitu pembicaraan Nabi SAW sesudah shalat dianggap oleh mereka sekedar memperlihatkan klarifikasi wacana hal itu.

Dasar pendapat mereka yaitu sabda Nabi SAW :

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan untuk disampaikannya khutbah secara khusus. Perintah dia hanya untuk shalat saja tanpa menyebut khutbah.

6. Banyak Berdoa, Dzikir, Takbir dan Sedekah

Disunnahkan apabila tiba gerhana untuk memperbanyak doa, dzikir, takbir dan sedekah, selain shalat gerhana itu sendiri.

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Apabila kau menyaksikannya maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Tata Cara Teknis Shalat Gerhana
Ada pun bagaimana bentuk teknis dari shalat gerhana, para ulama menandakan berdasarkan nash-nash syar'i sebagai berikut :

1. Dua Rakaat

Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud.

Dalil yang melandasi hal tersebut yaitu :

Dari Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi SAW, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi melaksanakan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melaksanakan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra berkata,"Belum pernah saya sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini.(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Bacaan Al-Quran

Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang panjang dan usang durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan wacana betapa usang dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu :

ابْنُ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى الرَّسُول r وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, dia berkata bahwa telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW melaksanakan shalat bahu-membahu dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup usang sekira panjang surat Al-Baqarah, kemudian dia SAW ruku' cukup lama, kemudian berdiri cukup lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama. Kemudian dia ruku' lagi dengan cukup usang tetapi tidak selama ruku' yang pertama. (HR. Bukhari dan Muslim)

Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama sesudah Al-Fatihah dibaca surat ibarat Al-Baqarah dalam panjangnya.

Sedangkan berdiri yang kedua masih pada rakaat pertama dibaca surat dengan kadar sekitar 200-an ayat, ibarat Ali Imran.

Sedangkan pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, ibarat An-Nisa. Dan pada berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat ibarat Al-Maidah.

3. Memperlama Ruku' dan Sujud

Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan bertasbih kepada Allah SWT, baik pada 2 ruku' dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua.

Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, alasannya yaitu bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, sanggup dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.

Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat.

Dalilnya yaitu hadits shahih yang keshahihannya telah disepakati oleh para ulama hadits.

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ r فَصَلَّى الرَّسُول r وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل

Dari Ibnu Abbas ra berkata,"Terjadi gerhana matahari dan Rasulullah SAW melaksanakan shalat gerhana. Beliau beridri sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah. Kemudian dia ruku' sangat panjang kemudian berdiri lagi dengan sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari yang pertama. Lalu ruku' lagi tapi sedikit lebih pendek dari ruku' yang pertama. Kemudian dia sujud. Lalu dia berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku' panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya.(R Bukhari dan Muslim).

Dikutip dari beberapa sumber :

http://www.fiqihkehidupan.com
https://muslim.or.id/515-seputar-gerhana-matahari.html

No comments